Sabtu, 15 Agustus 2009

wawancara bahasa

Laporan Bahasa Indonesia
”Petugas Pembersih Jalanan
Guru pengampu:
Ibu Irma


Disusun oleh:
Nama : Plasidus Bimo Aditya
Kelas/ no: XIS2/20






SMA Gonzaga
Jakarta
2009


kisah Si Pembersih Jalanan

Dinginnya angin masih terasa di tubuh. Udara pun masih segar terasa. Tak terlalu banyak asap di jalan, karena memang belum banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Matahari pun belum sepenuhnya muncul di langit. Ketika semua masih terlihat gelap, Yuyu Wahyudin sudah berada di jalanan dengan “bekalnya” setiap hari, sapu lidi besar dan gerobak sampah.

Ujung-ujung sapu lidi itu mulai disentuhkan ke jalanan dan mulai menggeser sampah-sampah yang ada di pinggiran jalan. Setiap hari, dari pukul 05.00 wib sampai pukul 10.00 wib, pria yang memakai baju seragam kuning dari Dinas Kebersihan ini berjalan menelusuri pinggiran jalan perempatan Manggarai sampai depan Pasar Rumput. Jalanan yang tadinya penuh dengan sampah yang berserakan, kemudian menjadi lebih bersih dari sebelumnya. Walaupun terkena debu dan bergelut dengan sampah, ia tetap melakukan pekerjaannya

Itulah pekerjaan Yuyu Wahyudin selama sembilan bulan terakhir ini. Demi menghidupi seorang isteri dan tiga orang anaknya, ia harus sabar melakukan pekerjaannya ini. Gajinya tidaklah besar. Hanya Rp320.000 per bulannya. Dengan gaji yang seadanya ini ia harus tetap bisa menghidupi dirinya dan keluarga.

Sebagai pegawai honorer, ia masih beruntung masih dapat menyekolahkan anak-anaknya. Walaupun anak pertanmanya, yang baru saja lulus dari SLTP belum dapat melanjutkan pendidikannnya itu. “Saya tidak ada biaya. Belum cukup untuk melanjutkan sekolah anak saya yang pertama. Adik-adiknya juga masih butuh biaya untuk sekolah. Sekarang anak ke dua saya baru kelas 5 SD, dan yang ke tiga baru kelas 1 SD,” tuturnya.
Dengan gaji yang kecil itu, pastilah sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Karena itu, selain menjadi penyapu jalananan ia pun menjadi penjual sepatu bola keliling. Dan untuk menyalurkan hobinya, terkadang ia mejadi pelatih sepak bola untuk para pedagang di Tegallega. Sambil melatih, ia pun membawa dagangan sepatunya untuk ditawarkan dan dijual pada teman-temannnya itu.

Walaupun pekerjaanya selalu bergelut dengan sampah dan polusi udara, yang dapat mengganggu kesehatannya, sebagai pegawai honorer ia masih belum mendapatkan asuransi kesehatan. “Wah, kalau itu masih belum dapat. Kan saya masih honorer. Mungkin nanti setelah dua tahun bekerja akan ada perubahan. Dan kalau bisa sih gajinya dianikkan lagi lah,” harap pria kelahiran 10 November 1974 ini.
Dari kisah pak Yuyu kita belajar bahwa suatu perjuangan keras demi pencapaian sesuatu meurapakan hal yang mutlak bagi siapapun yang ingin berhasil. Walaupun hidup serba keterbatasan Yuyu selalu bersyukur mengenai apa yang telah ia dapat. Banyak nilai-nilai kehidupan yang telah aku dapat. Salah satunya adalah bagaimana tidak cepat mengeluh dan berjuang keras demi pencapaqian sesuatu. Mentalitas inilah yang harus kutiru demi mennyelesaikan studiku di SMA Gonzaga. Dalam kerja keras itulah kita memberikan kemampuan terbaik yang kita miliki, dan setelah itu kita boleh berharap akan hasil yang memuaskan. Hari ini kita belajar lagi mengenai nilai hidup dari seorang Yuyu Wahyudin petugas penyapu jalanan. Semoga tulisan ini menjadi inspirasi kita bersama.